marquee

I'm studied Information System at Gunadarma University 2011. This Is My Blog, My story, and My Task. I can share anything, in my blog :D
Showing posts with label Manusia dan Keadilan. Show all posts
Showing posts with label Manusia dan Keadilan. Show all posts

Thursday, May 24, 2012

Manusia dan Keadilan (Tulisan)


Disini saya akan mencoba membahas tentang ironi keadilan indonesia
World Day of Justice dan Ironi Keadilan Indonesia
Hari Keadilan Sedunia dan Ironi Keadilan Indonesia
Mugiyanto

"In the prospect of an international criminal court lies the promise of universal justice. That is the simple and soaring hope of this vision. We are close to its realization. We will do our part to see it through till the end. We ask you . . . to do yours in our struggle to ensure that no ruler, no State, no junta and no army anywhere can abuse human rights with impunity."
-- Kofi Annan, Sekjen PBB


Oleh masyarakat hak-hak asasi manusia, tanggal 17 Juli dicanangkan sebagai Hari Keadilan Sedunia (World Day of Justice). Pencanangan ini ditandai dengan disepakatinya sebuah Statuta untuk Mahkamah Pidana Internasional (Statute for an International Criminal Court) oleh 160 negara dalam sebuah Konferensi Diplomatik Internasional di Roma, Italia pada tanggal 17 Juli 1998.

Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) adalah sebuah pengadilan internasional yang bersifat permanen untuk mengadili individu-individu yang diangap bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan yang dianggap paling serius bagi masyarakat global, yaitu genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun demikian, baru terhitung sejak 1 Juli 2002, Mahkamah Pidana Internasional berlaku aktif, setelah lebih dari 60 negara melakukan ratifikasi. Sayangnya, Indonesia belum merupakan negara yang meratifikasi Statuta Roma tersebut (sampai hari ini sudah ada 99 negara yang meratifikasi Mahkamah Pidana Internasional), walaupun pemerintah Indonesia terlibat aktif pada Konferensi Diplomatik yang menelurkan Mahkamah Pidana Internasional tersebut. Dalam Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Ranham) 2004 – 2009, disebutkan Indonesia akan meratifikasi Mahkamah Pidana Internasional pada tahun 2009. Itupun masih perlu penegasan pemerintah mengingat rencana ratifikasi tersebut tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

* * *

Bila di tataran global kita melihat adanya semangat masyarakat dunia untuk menegakkan keadilan dan melawan impunitas, di Indonesia kita melihat kenyataan yang sebaliknya. Bebasnya seluruh terdakwa atas pelanggaran HAM pada kasus Timor Timur 1999, kecuali pimpinan milisi pro integrasi Eurico Guterres, oleh Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan contoh yang masih segar di ingatan masyarakat. Oleh Komisi Ahli (Commission of Experts) bentukan Sekjen PBB Kofi Annan, proses pengadilan kasus Timor Timur di Jakarta itu dinyatakan gagal untuk menunjukkan komitmen Indonesia untuk mengadili para pelaku kejahatan internasional. Pengadilan di Jakarta ini dianggap nyata-nyata tidak memadai (manifestly inadequate) dan menunjukkan kurangnya respek atau kurang sesuai dengan standar internasional yang relevan (scant respect for or conformity to relevant international standards). Kerja dari penuntut dinyatakan tidak memadai, tuntutan tidak konsisten, dan impunitas tidak terbendung.

Selanjutnya pada Pengadilan HAM Ad Hoc untuk kasus Tanjung Priok 1984, hanya dua terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan divonis, yaitu Rudolf Butarbutar (Dandim Jakarta Utara) dan Sutrisno Mascung (Komandan Regu III Yon Arhanudse-06). Akan tetapi, ketika mengajukan banding di pengadilan tinggi, mereka berdua ini dibebaskan setelah dinyatakan tidak terbukti bersalah. Baru setelah didesak oleh keluarga korban dan masyarakat, akhirnya pihak Kejaksaan Agung mengatakan akan mengajukan kasasi atas putusan pengadilan tinggi. Akan tetapi putusan pengadilan itu telah secara nyata memberi kekebalan hukum pada pelaku pelanggaran HAM yang menimbulkan ratusan orang meninggal dan hilang tersebut.

Kedua Pengadilan HAM Ad Hoc, baik itu atas kasus Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984 telah menunjukkan adanya anomali, dimana kasus besar yang secara vulgar nyata-nyata terjadi dan menimbulkan jatuhnya korban yang tidak sedikit, oleh Pengadilan HAM Ad Hoc diputuskan tidak ada yang bertanggung jawab, bahkan tidak ada pelakunya. Dari sinilah muncul pertanyaan awam, lalu siapa yang membumihanguskan Timor Timur, menembaki masyarakat sipil? Lalu siapa yang melakukan penembakan membabi buta di malam hari tanggal 12 September 1984? Dan siapa pula yang menyeret, menyekap dan menyiksa orang-orang di Rumah Tahanan Militer (RTM) di Guntur, Jakarta waktu itu?

* * *

Tuesday, May 8, 2012

Manusia dan keadilan

Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstream yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintah. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilaman warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap oarang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.



MAKNA KEADILAN

Berbicara tentang keadilan, Anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila berbunyi: “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai beriku “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur”.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni:
  1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
  3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
  4. Sikap suka kerja keras.
  5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan bersama.